September 13, 2018

Sejarah Jurnalistik

Jurnalistik Praktis | September 13, 2018
Sejarah Jurnalistik
Sejarah Jurnalistik Dunia

Berbagai literatur tentang Sejarah Jurnalistik menyebutkan, sejarah jurnalistik diawali dengan kemunculan Acta Diurna di kerajaan Romawi Kuno saat Julius Caesar berkuasa. 

Julius Caesar bahkan disebut sebagai Bapak Pers Dunia karena jasanya mengembangkan Acta Diurna menjadi sebuah media informasi bagi rakyatnya.

Acta Diurna artinya "tindakan-tindakan harian". Acta Diurna adalah semacam papan pengumuan atau majalah dinding (mading) yang memuat tindakan anggota senat, peraturan pemerintah kerajaan, berita kelahiran, dan kematian. 

Acta Diurna di tempel di tempat-tempat umum sehingga bisa dibaca oleh umum. 

Para pencari informasi, penulis, atau para pembuat catatan di Acta Diurna disebut Diurnarii. 

Seorang Diurnarii bernama Julius Rusticus dihukum gantung atas tuduhan menyiarkan berita yang belum boleh disiarkan (masih rahasia). 

Dalam sejarah Kerajaan Romawi disebutkan, Raja Imam Agung menyuruh orang untuk membuat catatan tentang segala kejadian penting. Catatan itu dibuat dan digantungkan di serambi rumah raja sebagai pemberitahuan bagi orang yang lewat dan memerlukannya.

Pengumuaman dengan cara demikian kembali dilakukan Julius Caesar dalam masa kejayaannya.Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap
hari diumumkan pada “Acta Diurna”. 

Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perludisampaikan dan diketahui rakyatnya. 

Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang dipusat kota yang disebut “Forum Romanum”
(Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.

Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal, yakni kata “Diurnal”, "Journal", lalu "Journalist" dan "Journalistic" dan "Journalism"

Media Cetak Pertama

Acta Diurna disebut sebagai cikal-bakal koran, suratkabar, atau media cetak (printed media).

Suratkabar atau media cetak seperti kita kenal sekarang diawali dengan ditemukannya mesin cetak oleh Johan Gutenberg tahun 1450 M. 

Dari mesin cetak itulah muncul suratkabar pertama di dunia tahun 1609 dengan rnama Aviso di Wolfenbuttel lalu Relation di Strasbourg. 

Koran yang berbentuk seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar itu adalah pengumuman hasil ekspedisi Christoper Columbus ke benua Amerika pada 1493.

Baru pada 1650 terbit surat kabar harian pertama, Einkommende Zeitung, di Leipzig, Jerman.

Dari mesin cetak itulah istilah “pers" (press) muncul. Secara bahasa, press artinya menekan, tekanan, alat pemeras, mesin pencetak, memeras (fruit), mencetak (records), mendesakkan (o's point), dan menekankan.

Dalam sejarah Islam, cikal-bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat Nabi Nuh dan kaumnya berada di kapal karena banjir besar,  Nabi Nuh mengutus seekor burung keluar kapal untuk mencari tahu keadaan banjir.

Sang burung melihat daun dan ranting pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air sebagai tanda banjir mulai surut. Ranting itu pun dipatuknya dan dibawanya pulang ke kapal. 

Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun. Nabi Nuh mengambil kesimpulan dan mengumumkan kepada kaumnya di kapal bahwa air bah sudah mulai surut.

Yang dilakukan Nabi Nuh dan burung itu kini dikenal sebagai aktivitas jurnalistik, yakni mencari dan menyebarkan informasi atau berita.

Perkembangan Jurnalistik

Sejarah perkembangan jurnalistik dimulai dari munculnya Acta Diurna, lalu ditemukakannya mesin pencetak, dan ditemukannya teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.

Pada abad 8 M. (tahun 911 M), di Cina muncul suratkabar pertama dengan nama King Pau atau Tching-pao yang artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.

Istilah "suratkabar" (newspaper) sendiri muncul ketika muncul suratkabar pertama yang terbit teratur, bernama Oxford Gazzete, di Inggris tahun 1665 M. Suratkabar berganti nama menjadi London Gazzette. Ketika Henry Muddiman menjadi editornya, untuk pertama sekali ia menggunakan istilah “Newspaper”.

Jurnalistik juga berkembang dari sisi keilmuan pada 1880-1900. Karl Bucher dan Max Weber di Universitas Basel Swiss memperkenalkan cabang baru ilmu persuratkabaran, Zeitungkunde, pada 1884. 

Di Amerika Utara, lahirlah sekolah beken dalam urusan jurnalis, Columbia School of Journalism pada 1912, yang didirikan oleh Joseph Pulitzer.

Jurnalistik Era Modern

Ditemukannya komputer dan internet sejak abad 20 membuat jurnalistik kian berkembang. Ditemukannya radio dan televisi memunculkan jurnalistik penyiaran (broadcast journalism), yakni jurnalistik radio dan televisi.

Internet juga memunculkan jurnalistik generasi baru, yakni jurnalistik online (jurnalisme daring) dan media siber (media online).

Sejarah Jurnalistik di Indonesia

Di Indonesia, istilah “jurnalistik” awalnya dikenal dengan istilah “publisistik”. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.

Tahun 1615, atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan media “Memories der Nouvelles”, yang ditulis tangan. 

Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda, yang melahirkan suratkabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. 

Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa.

Pada masa pendudukan Jepang, suratkabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu.

Pada masa revolusi, sebelum Indonesia merdeka, bermunculan suratkabar dan majalah sebagai media perjuangan.

Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan Indonesia masa itu. 

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo adalah perintis Pers Nasional Indonesia dan tokoh kebangkitan Nasional Indonesia. Ia juga dianggap sebagai orang yang paling berjasa atas bangkitnya pergerakan kaum terdidik di Indonesia. 

Meskipun lahir di daerah Blora, Jawa Barat, namun Tirto lebih lama tinggal di wilayah Bandung, Jawa Barat. 

Sejak usia muda, ia rajin mengirimkan tulisan-tulisannya ke sejumlah surat kabar dalam bahasa Belanda dan Jawa. Ia juga pernah membantu Chabar hindia Olanda pimpinan Alex Regensburgh selama dua tahun sebelum pindah menjadi redaktur Pembrita Betawi, Pimpinan F. Wriggers, yang tak lama kemudian digantikannya.

Menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905) dan Medan Prijaji (1907) serta Putri Hindia (1908). Medan Prijaji beralamat di jalan Naripan Bandung yaitu di Gedung Kebudayaan (sekarang Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan-YPK).

Medan Prijaji dianggap sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh proses produksi dan penerbitannya ditangani pribumi Indonesia asli.*

Previous
« Prev Post

No comments on Sejarah Jurnalistik

Post a Comment

Komentar spam yang menyertakan link aktif tidak akan muncul